FROM SOLO WITH LOVE (Surabaya, 6 April 2000)
Tour Pasoepati yang bakal tidak akan terlupakan bagi warga Pasoepati tentu saja tour ke kota Surabaya. Ketika itu, sekitar 1850 warga Pasoepati sengaja datang ke kota Surabaya untuk memberikan dukungan langsung kepada tim Persis Solo yang akan berlaga melawan tuan rumah Persebaya Surabaya.Dengan mengusung tema “From Solo With Love”, ribuan Pasoepati datang ke kota pahlawan dengan mencarter 12 gerbong kereta api dan berangkat dari stasiun Balapan Solo. Hari Kamis, 6 April 2000 jarum jam sudah menunjuk sekitar pukul 11:30 siang, ketika kereta api luar biasa yang ditumpangi oleh ribuan Pasoepati sampai di stasiun Gubeng, Surabaya.
Seketika, Surabaya dibuat kaget dengan kedatangan warga Solo yang didominasi warna merah nyala. Dari stasiun Gubeng, rombongan Pasoepati melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki menyusuri sisi jalan utama kota Surabaya dengan tujuan akhir stadion Tambaksari, sebuah stadion yang menjadi “markas besar” tim bajul ijo Persebaya Surabaya. Sepanjang perjalanan menuju stadion, ribuan Pasoepati juga mendapatkan pendamping dari kawan-kawan Persebaya Fans Club.
Sebagai bentuk “kulo nuwun” kepada publik kota Surabaya, Pasoepati telah mempersiapkan sebuah cindera mata berupa sebuah bunga sebagai bentuk kata cinta dari Solo kepada warga Surabaya. Sejak dari Solo, telah disiapkan puluhan bunga-bunga imitasi berwarna-warni dengan diikat sebuah kertas kecil bertuliskan tema “From Solo With Love” dan juga berupa ucapan pesan-pesan damai dari warga Solo untuk Surabaya. Bunga-bunga dibagikan kepada personil brimob, polisi lalu lintas, penjual buah, pengendara motor dan para pengguna jalan yang ditemui selama perjalanan menuju ke stadion.
Di dalam stadion Tambaksari, saat-saat yang dinantikan pun terjadi. Ribuan Pasoepati bersua dengan ribuan Bonekmania di tribun penonton. Bagi Pasoepati, sambutan Bonekmania ketika itu sangatlah miris. Datang dari Solo dengan membawa bunga tanda cinta untuk Surabaya, Bonekmania malah membalas dengan sajian lagu dengan lirik yang keras, “Buat apa Solo.. Buat apa Solo.. Solo itu tak ada gunanya!” Nyanyian singkat Bonekmania diluar dugaan malah disambut Pasoepati dengan riuh tepuk tangan. Pasoepati mampu berlapang dada menerima lirik lagu yang dinyanyikan oleh Bonekmania. Meski sebenarnya sakit, Pasoepati bisa berbesar hati.
Sentuhan manis Pasoepati kepada warga Surabaya beserta Bonekmanianya menjadi sesuatu yang tidak terduga dan memberikan sebuah kebanggaan tersendiri bagi warga Pasoepati. Jum’at, 7 April 2000 sebuah surat kabar harian SURYA pada halaman depannya memasang foto close-up aksi Pasoepati di Surabaya dengan disertai keterangan bertuliskan, “Senapan otomatis petugas Brimob diselipi bunga plastik, tanda kasih sayang dari suporter Pasoepati.” Akhirnya, pesan cinta dari Solo telah benar-benar sampai kepada sasaran yang dituju, yakni publik Surabaya.
FROM SOLO WITH MORE LOVE (Malang, 21 Mei 2000)
Sore hari di kawasan stadion Gajayana, hujan sangat deras mengguyur kawasan tersebut ketika konvoi bus Pasoepati yang berangkat dari Solo telah sampai di Malang. Tanpa ada komando, pesta pun dimulai. Meski hujan tetap deras mengguyur, anak-anak Pasoepati segera turun dari dalam bus yang mereka tumpangi.Di halaman stadion Gajayana, mereka membuat lingkaran dengan kelompok suporter Aremania selaku tuan rumah. Mereka saling berangkulan, saling berbalas salam dan saling bergantian menyanyikan lagu kebanggaannya masing-masing. Kedua kelompok suporter itu terlihat sangat akrab dan bersahabat. Lantas, hal apa yang menjadikan mereka (Pasoepati-Aremania) begitu dekat dan sangat akrab? Bagi Pasoepati, Aremania dianggap sebagai guru mereka. Selain itu, kedua suporter juga sama-sama memiliki platform sebagai kelompok suporter yang sportif, kreatif dan anti rusuh.
Dengan mengusung tema “From Solo With More Love”, Pasoepati membuktikan cinta yang dibawanya untuk ribuan Aremania yang hadir di dalam stadion Gajayana. Publik Pasoepati membawakan banyak sekali cindera mata untuk sang guru, Aremania. Untaian bunga dengan ujung berupa tanda hati berwarna pink romantis, menjadi tanda cinta pertama yang diberikan Pasoepati kepada Aremania di dalam stadion. Selain itu, bungkusan kado-kado kecil berisi mainan khas Solo, paket-paket berisi benih tanaman sayur, boneka-boneka dan bungkusan berisi alat-alat rumah tangga menjadi tanda cinta berikutnya yang diberikan.
Alhasil, aksi kreatif Pasoepati ini pun membuat Aremanita (sebutan kelompok suporter cewek Arema) langsung berkelebat di depan tribun Pasoepati untuk menerima tanda cinta tersebut. Kado-kado dari Pasoepati itu pun segera berpindah tangan dengan diiringi riuhnya tepuk tangan dari puluhan ribu Aremania. Melihat aksi simpatik dari Pasoepati, membuat Aremania tidak mau hanya berdiam diri saja.
Beberapa Aremania spontan langsung memborong bungkusan-bungkusan tahu dari pedagang dan sejurus kemudian dilemparkan ke tribun Pasoepati. Riuh tepuk tangan kembali terdengar di dalam stadion Gajayana. “Tahu Malang, enak!” ujar seorang Pasoepati yang telah memakan tahu yang diberikan oleh Aremania. Tentu saja enak, selain karena lapar juga karena tahu tersebut diimbuhi bumbu cinta dan persahabatan tulus antara Aremania dengan saudara mudanya, Pasoepati.
Pada saat pertandingan Arema Malang-Pelita Solo berlangsung, nyanyian suporter tuan rumah mendominasi menggema seisi stadion Gajayana. Salah satu nyanyian yang tentu saja membuat telinga tim Pelita dan Pasoepati memanas adalah ketika ribuan Aremania menyanyikan lagu dengan lirik yang keras, “Bantai.. Bantai.. Bantai Pelita! Bantai Pelita di kandang singa!” Mendengar lagu itu dinyanyikan, reaksi dari kawan-kawan Pasoepati ketika itu hanyalah bertepuk tangan yang kemudian dibalas dengan lagu nasional, Padamu Negeri.
Aksi Pasoepati di dalam stadion tidak berhenti disitu saja. Di pinggir lapangan, beberapa kawan Pasoepati memparadekan spanduk bertuliskan, “Pasoepati Berbangga, Punya Guru Hebat Aremania!” diiringi nyanyian lagu berlirik, “Terima kasih saudaraku, Aremania. Kami datang ke kota Malang, engkau ijinkan. Terima kasih saudaraku, Aremania. Mari ciptakan tertib dan damai di sepakbola. Singo edan, terima kasih sambutannya. Kita eratkan persaudaraan di sepak bola!” Coba, hati siapa yang tidak tergerak untuk berkawan bila mendapat sapaan humanis semacam itu. Aremania pun tampil manis dan bersahabat.
HUJAN BATU DI STADION MANDALA KRIDA (Yogyakarta, 4 Juni 2000)
“Ketika badai merah tiba dari timur arahnya, menyapa ramah untuk Yogya. Pasoepati namanya membawa damai di sepak bola. Tulus hatiku menyapa, kubawakan cinta untuk Yogya.” Itulah lirik lagu yang sengaja dipersiapkan publik Pasoepati sebelum keberangkatan menuju ke Yogyakarta untuk memberi dukungan langsung kepada tim Pelita Solo yang akan bertanding melawan PSIM Yogyakarta di stadion Mandala Krida, Minggu, 4 Juni 2000.Menurut Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, lirik lagu tersebut khusus diciptakan untuk menunjukkan bahwa mereka datang ke Yogya dengan damai dan tidak menganggap suporter Yogya sebagai musuh. Pada surat kabar harian KEDAULATAN RAKYAT yang terbit pada Sabtu, 3 Juni 2000, diberitakan bahwa jumlah Pasoepati yang hadir ke Yogyakarta diperkirakan berjumlah 10.000 orang. Mereka akan berangkat secara serentak dari Solo yang sebagian besar menggunakan bus, ditambah kendaraan pribadi dan sepeda motor.
Minggu, 4 Juni 2000, ribuan suporter Pelita Solo yang tergabung dalam laskar Pasoepati tampak memadati kawasan stadion Manahan, tepatnya di pintu selatan. Mereka berkumpul untuk berangkat bersama memberi dukungan kepada tim Pelita Solo yang bertanding di kota Yogya. Sekitar pukul 12:00 wib, 95 bus, beberapa truk, mobil pribadi dan sepeda motor berangkat secara konvoi dipimpin ketua rombongan sekaligus Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto.
Dua jam berlalu, di dalam stadion Mandala Krida pun sudah terlihat lautan manusia yang menjejali stadion termegah yang berada di pusat kota Yogya. Setiap sisi stadion, warna merah terlihat lebih mendominasi dari pada warna tuan rumah yang identik dengan warna biru.
Stadion Mandala Krida Yogyakarta yang hanya berkapasitas 15.000 orang, sore itu dijejali oleh sekitar 10.000 Pasoepati yang notabenenya warga Solo. Itu berarti sekitar 66,7 % stadion Mandala Krida diisi oleh suporter Pelita Solo. Ini merupakan sejarah tersendiri bagi suporter Pasoepati karena mampu mendominasi seisi stadion dari pada suporter tuan rumah. Seakan-akan laga tandang di Yogyakarta, bak telah berganti status menjadi laga kandang. Lantas apa reaksi suporter PSIM (ketika itu bernama PTLM : Paguyuban Tresno Laskar Mataram) setelah mengetahui keadaan di dalam stadion seperti itu?
Ketika ribuan Pasoepati akan mulai memberikan dukungan kepada tim kesayangan Pelita Solo, tiba-tiba saja dari arah luar stadion lemparan batu melayang bertubi-tubi ke tribun Pasoepati. Sontak saja, peristiwa itu membuat Pasoepati mencari perlindungan dengan terpaksa harus turun dari tribun dan merengsek masuk ke dalam lapangan.
Lemparan batu itu tentu saja dilayangkan oleh sejumlah oknum pendukung PSIM yang tidak berhasil masuk ke dalam stadion karena situasi di dalam stadion sendiri sudah terlalu penuh sesak. Beberapa Pasoepati sempat emosi mendapatkan serangan dadakan dari suporter PSIM, apalagi ketika melihat kawan-kawan Pasoepati yang lain juga terluka terkena lemparan batu. Insiden saling lempar dan kejar-mengejar antar suporter di bawah gerimis hujan tersebut terjadi berulang kali.
Anak-anak kecil dan sejumlah wanita rombongan dari Solo banyak yang menangis akibat ketakutan melihat kejadian tersebut. Akibatnya, demi keamanan dan keselamatan, Pasoepati pun mesti rela terkurung selama 3 jam di dalam stadion. Sekitar pukul 7 malam, massa yang merupakan ribuan suporter Pasoepati baru berhasil mendapatkan pengawalan ketat oleh petugas kepolisian untuk digiring keluar dari dalam stadion sekaligus dikawal untuk segera meninggalkan kota Yogya.
Di luar stadion, ternyata tidak hanya Pasoepati saja yang menjadi korban pelemparan batu, namun juga kendaraan yang membawa ribuan Pasoepati ke Yogya, turut dirusak oleh oknum suporter PSIM.
Apa kata Presiden Pasoepati, Mayor Haristanto, menanggapi kejadian itu? Mayor mengungkapkan bahwa sebelumnya mempunyai ketakutan lebih besar bila membawa suporter Pelita ke Yogya. Tapi pemikirannya saat itu, niat yang baik dalam arti ingin menularkan jiwa sportivitas dan rasa cinta damai suporter Pasoepati kepada suporter PSIM Yogya, pasti akan diterima dengan baik pula.
“Kami presentasikan tujuan kami dan profil pendukung Pelita yang tergabung dalam Pasoepati ini dengan maksud mereka bisa menyebarluaskannya kepada warga Yogya dan pecinta sepak bola di sana. Tapi apa yang ditakutkan tetap terjadi dan misi kami tidak berhasil,” ujarnya.
Mayor hanya tidak mengerti, mengapa Yogya yang terkenal dengan kota pelajar, tidak bisa menerima kehadiran mereka. Padahal Pasoepati yang juga sempat membawa massa yang banyak ke kandang buaya di Surabaya dan singa di Malang, mereka justru aman dan diterima dengan baik. Kalau pun sempat terjadi insiden, namun tidak sampai seheboh di Yogya. (Onengisme)
BERSAMBUNG . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar